Si Bungsu yang Selalu Menemani Kesendirian
Karya Siska
Aku adalah bungsu dari empat bersaudara. Aku memiliki tiga kakak perempuan. Ketiganya sudah berkeluarga. Mereka sudah mempunyai rumah masing-masing. Hanya saja, Kakak Keduaku tinggal bersama Nenek. Kata orang, enak jadi anak bungsu. Bisa dimanja, paling disayang, tidak memiliki banyak beban, dan lain sebagainya. Itulah yang sering kudengar dari tetangga, teman-teman, dan kadang keluargaku pun sering mengatakan itu. Memang, aku merasakan apa yang mereka katakan. Maka dari itu, aku tidak menampiknya. Tapi, tidak menampik bukan berarti sepenuhnya setuju kan?
Saat ini aku masih sekolah di Madrasah Aliyah. Kehidupan sehari-hariku biasa saja layaknya pelajar pada umumnya. Setiap hari senin sampai jumat, aku harus bangun di waktu subuh. Salat subuh, mandi, bersiap untuk sekolah, sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Atau kadang-kadang mandi, salat subuh, bersiap untuk sekolah, tidak sarapan, dan langsung berangkat ke sekolah. Tidak jauh-jauh dari itu. Hanya kuganti urutannya atau salah satu tidak kulakukan. Pokoknya itu-itu saja.
Aku pamit kepada Ayah. Pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu mungkin merupakan tujuan utama bagi segelintir pelajar. Tapi bagiku, tujuan utama pergi ke sekolah adalah untuk bertemu dengan teman-teman. Tidak terpuji? Ayolah, aku yakin di antara kalian juga sama sepertiku. Di sekolah, aku belajar seperti biasa. Guru menerangkan materi, memberi dan menjawab pertanyaan, memberi latihan atau pekerjaan rumah, dan sebagainya. Kemudian ada bunyi bel pertanda istirahat, waktu salat zuhur, masuk kelas lagi, dan sorenya bel pulang sekolah berbunyi.
Sepulang sekolah, aku beristirahat di kamar, mandi, dan malamnya mengerjakan tugas. Aku akan tidur bila sudah mengantuk. Paginya, aku bangun dan mengulangi kegiatan sehari-hari. Aktivitas ini membuatku lebih sering menyendiri di kamar dan jarang memperhatikan keluarga. Tapi bukan berarti aku tidak tahu apa-apa mengenai mereka.
Keluarga kami sering berkumpul di hari-hari perayaan seperti tahun baru kali ini. Kami berbincang-bincang tentang apa pun.
“Gimana sekolahmu?” Kakak Pertamaku bertanya.
“Ya gitu. Lancar-lancar saja.” Aku pun menjawab.
“Kalau libur sekolah, main ke rumah kakak dong!” Kakak Pertamaku berkata lagi.
“Ah capek. Libur sekolah cuma hari minggu. Lebih enak istirahat,” kataku.
“Kalau malam-malam, nginep di rumah kakak dong. Temenin kakak. Soalnya Bang Nana suka kerja bagian malam. Kakak takut kalau cuma berdua sama Nasya.” Kakak Ketigaku ikut berkata.
Hanya Kakak Keduaku yang tidak meminta ini itu. Aku sudah biasa mendengar permintaan-permintaan sejenis itu. Terkadang aku menolak. Tapi tidak jarang juga, aku sedikit meluangkan waktu untuk menyetujuinya. Mungkin untuk kali ini akan berbeda. Hal yang sedikit kuluangkan waktu akan menggantikan aktivitas sehari-hariku.
Aku tidak menyangka bila tahun ini akan sangat berbeda. Lebih tepatnya, ketika tiba di bulan ketiga. Munculnya virus Covid-19 yang menyebar ke seluruh negara, termasuk Indonesia. Virus ini menggugurkan banyak manusia dan kemanusiaannya.
Aku melihat berita di televisi atau handphone. Dari hari ke hari bahkan bulan ke bulan, korban positif Covid-19 semakin banyak. Alhasil, kehidupan orang-orang pun banyak mengalami perubahan. Aku sering mendengar bahwa banyak perceraian, PHK, angka pengangguran dan kematian meningkat, mencari kerja semakin susah, banyak yang ditutup termasuk sekolah. Kami pelajar hanya segelintir korban. Dalam hal ini, aku memulai sistem sekolah yang baru yaitu Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ.
Kehidupan sehari-hariku layaknya siswa pada umumnya hilang seketika. Semua kegiatan sekolah dilakukan di rumah. Aku tidak mengulangi dan mengganti urutan aktivitas kecilku sebelum berangkat sekolah. Aku tidak bertemu dengan teman-teman, tidak melihat guru mengajar di depan kelas, bahkan tidak mendengar bunyi bel istirahat atau bel pulang sekolah.
Waktuku tentu lebih banyak di rumah saat ini. Karena itu, aku selalu menyetujui permintaan kakak-kakakku. Sudah kubilang barusan, aktivitas yang sedikit kuluangkan waktu, berubah menjadi aktivitas sehari-hariku.
Hampir setiap hari, aku mengasuh keponakan-keponakanku. Kakak-kakakku dan suami mereka bekerja. Sekarang aku tidak mempunyai alasan lagi untuk tidak membantu. Rumah kami masing-masing berjauhan. Kami berempat sepakat untuk mengatur jadwal. Tiga hari ke rumah Kakak Pertama, tiga hari ke rumah Kakak Ketiga, dan satu hari di rumah Kakak Kedua. Hanya Kakak Keduaku yang menjadi ibu rumah tangga. Begitulah aktivitas sehari-hariku di tahun ini. Berbeda dengan kebanyakan teman, kuperhatikan mereka banyak yang berjualan. Ini kulihat dari status aplikasi chat dan media sosial. Produktif sekali mereka.
Jika bertanya tentang kondisi keluargaku di masa pandemi, kuperhatikan cukup baik-baik saja. Tidak ada PHK, korban positif, bahkan perceraian. Hanya saja, memang penghasilan usaha bengkel Ayahku cukup menurun. Tapi selebihnya, aman menurutku. Aku dan keluarga tetap diberi kesehatan.
Namun sepertinya, hari ini aku akan sibuk. Anak Kakak Keduaku sakit demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit. Kakak Keduaku dan suaminya tentu harus menginap di rumah sakit. Karena itu, Nenek yang sudah tua sendirian di rumah. Siang itu, Kakak Keduaku menelepon meminta aku untuk menginap di rumahnya dan menemani Nenek yang sendirian malam ini.
Aku juga mendapat pesan dari Kakak Ketigaku untuk menginap dan menemaninya malam ini karena suaminya kerja bagian malam. Kakakku yang ini memang penakut. Padahal dia tidak sendirian, melainkan berdua bersama anaknya. Konon katanya, karena rumah mereka dikelilingi pohon bambu.
Terakhir, Kakak Pertamaku juga meminta tolong untuk menemani anaknya yang sendirian. Kakak Pertamaku dan suaminya sama-sama kerja bagian malam. Pabrik di daerahku memang masih melangsungkan pergantian shift karyawan.
Aku tidak bisa menolak permintaan ketiganya. Selama aku menyetujui permintaan mereka menjadi kegiatan sehari-hari, aku mengerti bagaimana perjuangan mereka bertahan hidup. Apalagi, di masa pandemi seperti ini. Hal yang biasa dilakukan menjadi lebih sulit. Jadi, selama aku bisa membantu, akan kuluangkan waktu untuk mereka.
Akulah Si Bungsu yang hanya ingin membantu keluargaku. Aku sudah tidak keberatan menginap, mengasuh keponakan, dan menemani mereka yang takut sendirian di rumahnya. Sebelumnya, waktuku untuk menyetujui permintaan ketiga kakakku tidak pernah berbenturan. Namun, kali ini memang di luar perkiraan. Aku harus memilih jalan tengah untuk tetap bisa menemani mereka agar tidak merasa sendirian.
Sampai suatu malam, waktu seolah berbenturan. Aku meminta antar kepada Ayah ke rumah Kakak Pertama untuk menjemput anaknya. Lalu kami ke rumah Kakak Kedua untuk bertemu Nenek. Kemudian, aku menelepon Kakak Ketiga agar mau menginap di rumah Nenek saja. Aku jelaskan kepadanya apa yang sedang terjadi. Maka, malam itu kami menginap di rumah Kakak Kedua untuk saling melenyapkan rasa takut akan kesendirian.
Teman yang menemani adalah obat untuk melenyapkan kesendirian. Aku berusaha untuk menjadi teman yang layak bagi keluargaku, memastikan mereka tidak lagi merasa sendirian. Karena ada aku. Ini kulakukan bukan hanya untuk mereka. Tapi kulakukan atas kemauan diriku sendiri. Karena aku, juga takut kesendirian.
Tangerang, 01 Oktober 2020
Komentar
Posting Komentar